|
Oleh : Asep Kurnia |
Assalamua laikum, Wr,
Wb.
Semoga rasa syukur kita
tetap kepada nikmat yang telah diberikan
oleh Allah SWT, sehingga dalam proses menikmati
dan menggunakan nikmat yang diberikan, kita mampu mengambil hikmah atasnya.
Shalawat dan salam tercurah kepada panutan kita seorang hamba pilihan yang
cerdas dengan menggunakan segala kemampuannya sebagai manusia mampu
menerjemahkan hal-hal yang batil menjadi haq, antara jahiliyah menjadi zakiyah,
sehingga hari ini kita bisa menikmati manisnya kebebasan fikir dalam
menerjemahkan apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan.
Pada kesempatan ini,
oretan kusut yang jauh dari kerangka ilmiah, tidak salahnya kita masuk kepada
telaah sederhana tentang kenyataan yang sedang dirasakan dan di hadapi dengan
sebenar-benarnya tampa rekayasa yang bisa membohongi diri kita dan orang lain. Kembali
oretan sederhana ini mengajak untuk memulai sebuah telaah sederhana, dengan
landasan keyakinan
Realita
Perjuangan.
Tentu keyakinan kita
sangat teguh sebagai manusia yang memiliki peran strategis yakni mahasiswa
islam sehingga tidak diragukan lagi tentang ajaran yang datang dari langit
sebagai referensi dasar manusia yang menyakini kepada mono-theisme, sehingga
sulit untuk menepis tentang pokok-pokok perbandingan yang diluar dari
pemahamannya. Dengan demikian tulisan ini memulai dari firman Allah SWT dalam
surat Al-Baqoroh ayat 30,: “ ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada paara
malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka
bumi”. Mereka berkata: “ mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?’’ Tuhan berfirman:” sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui”.
Dasar inilah untuk kita
masuk pada babak selanjutnya sebagai seorang kholifah di bumi, sehingga
analisis sederhannya apakah kita bagian dari pemimpin yang dipimpin atau
pemimpin dari seluruh pemimpin. Mono-theime adalah sebuah gambaran tidak ada
yang kedua setelah-Nya, tetapi yang ahad atau tunggal menyertai pada-Nya.
Artinya dunia ini menyuguhkan sebuah pilihan untuk memutuskan diri kita menjadi
yang ahad (Terbaik) seperti fitrah Tuhan atau keluar dari pada kualifikasi
atas-nya, atau menjadi pemimpin atau di pemimpin. dan semua itu tidaklah mudah
seperti mengedipkan dua bola matan atau membalikan telapak tangan, ada yang
harus dilakukan sebuah proses untuk sampai padanya yang dinamakan Perjuangan. Dalam dinamika itu
perlu melihat dengan seksama dari berbagai sudut pandang tentang realitas yang sedang dirasakan dan
dihadapi. Dengan kesadaran itu maka kita
akan mampu menempatkan posisi kita dalam perjuangan untuk sampai pada tujuan
kita.
Sebagai mahasiswa atau
pemuda tidaklah kita seenaknya menikmati apa yang sekarang tersaji dengan
mendelusi kekagungan kita terhadap pendahulu, baik pendahulu yang sudah
tercatat sejarah atau pendahulu yang masih nampak yang ingin mencatatkan
kesejarahannya di depan pandangan kita. Sunggu mereka sama dengan kita hari ini
yang membedakan adalah keadaan jaman dan culture budaya dari masing-masing
generasi. Sehingga perjuangan kita adalah kesejarahan kita sesuai zaman yang
mengacu pada budaya sosiial yang sedang berkembang dan dan berprosen kepada
budaya baru.
Disadari atau tidak
budaya dari medan juang kita dewasa ini berubah secara drastis dan melaju
secara cepat seiring dengan perkembangan zaman dari waktu kewatu. Jika saja
delusi kekaguman menghinggapi presepsi kita dalam mentelaah perjuangan hari ini
dengan mengukur secara rata bahwa ideologi organisasi sebagai visi juang kita
tetap sama dari masa kemasa. Tetapi harus terpahami betul kondisi internal
tidaklah akan mampu melaju dengan baik tampa memperhatiakan kondisi ekxternal.
Bukankah islam zajirah arab berbeda dengan islam,nya nusantara, islamnya
Indonesia akan berbeda dengan islamnya Malaysia, inggris bahkan di Negara
liberal Amerika serikat dari kerangka taktis dan praktis, dengan kesimpulan
bahwa kenapa harus ada mazhab iman Syafii, Maliki, Hanfi, dan Hambali.
Perlu kita masuk
kedalam kerangka teknis terhadap realita medang juang kita sebagai pemuda dan
mahasiswa bahwa paska reformasi 20 mei 1988 kita masuk pada masa transisi
demokrasi dengan munculnya budaya pragmatis-popularitas untuk masuk pada lepel
kekuasan formal atau in-formal yang pada akhirnya kita melihat bahwa orang yang
muncul kepermukaan public itulah yang menjadi pilihan taktis-pragmatis tampa
mengkur kualitas, kapabilitas, dan intregritas serta kita di berikan contoh
yang sangat mendalam pahitnya dengan terbuktinya para pejabat yang amoral dalam
menjalakan kekuasaannya.
Setelah masa transisi
demokrasi satu decade kita masuk pada lepel budaya yang lebih taktis-liberal,
dengan masuknya kaum-kaum pemodal dalam upaya menguasai struktur kepemimpinan
dengan satu pertentangan yang sama dengan tipologi dimasa transisi demokrasi
yakni sebuah tindakan yang dinilai dari kerangka material. Selain itu kita
disajikan contoh oleh budaya taktis-liberal adalah kebebasan untuk melakukan
tindakan yang dibuat-buat dengan memasukan pada dugaan makna implisit hukum
dalam perundang-undangan. Hal semacam ini bukan sebuah kemunduran melainkan
implikasi dari era taktis-liberal atau saya sebut sebagai post-2015 dengan
munculnya goncangan kriminalitas
humanistic.
Post-2025 adalah sebuah
budaya profesionalitas kerja, mungkin ini sebagai gambaran dasar bagi Negara
Indonesia dan bangi para penggerak perubahan atau bangi plessure power community
atau bagi para mahassiwa yang terggabung dalam organisasi perkaderan
dengan kernagka kerja regim dengan menggiatkan komposisi kerja-kerja pada
miniature kekuasaan eksekutifnya sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan
walau pun hasilnya hari ini hanya kerja untuk kepentingan kelompok dan asing,
dan membiarkan masyarakat mengurung pada kemampuan masing-masing individu.
Kembali saya menyinggu,
bukan contoh kecil pos-2015 yang di muka di munculkan, akan tetapi gambaran
sederhan hari ini pada lepel dan medang perjuangan kita harus didasarkan pada
profesionalitas gerakan, dengan kerangka kerja yang disiplin sesuai perencanaan
dan tujuan yang ingin di capai tampa menghilangkan pengaruk atau kondisi
eksternal yang sedang berkembang dan melaju kerah yang baru. Gambaran singkat
tentang realitas budaya dewasa ini adalah upaya kita masuk pada kerangka
analisis dasar terhadap realita perjuangan hari ini bagi para mahasiswa/pemuda
yang tergabung dalam organisasi perkaderan secara kritis. Sebagian gerakan sudah memampaatkan kesempatan
ini sejak transisi demokrasi Negara paska reformasi, tidak lagi berbicara
perlawanan terhadap penguasa melainkan berupaya merebut struktur kekuasaan
dengan beragam methode untuk bisa sampai pada tujuan itu (kerangka nilai untuk
membatasinya disesuaikan dengan ideology organisasinya). Mengusung kadernya,
serta menempatkan kadernya adalah upaya
membangun kantong masa dan kekuatan di semua sector adalah keharusan untuk
merebut struktur kekuasaan yang hari ini di pegang oleh orang-orang yang tidak
sesuai dengan visi perjuangan kita. Bukankah ajaaran langit mengarahkan hal ini
bagi para wakil dimuka bumi dengan muncul hadis dari manusia terpilih dan
terjaga dari kesalah “ Allah tidak akan
merubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu berusaha merubahnya”.
Pemikiran ini akan
berimplikasi pada dinamika organisasi
bahkan akan menuai konflik manakala presepsi tidak terkomunikasikan dengan
baik, serta tidak mau membuka kerangka pikir yang objektif bukan
subjektif-emosi. Sebagai pemahaman subjektif dari kaderisasi yang selama ini
diikuti bahwa ada kata independensi yang menjadi ujung prisai seorang pemuda
atau mahasiswa untuk mempertahankan idealime sehingga dalam hal ini harus
disampaikan bahwa keyakinan ini tentang independensi adalah bersamaan terhadap
kebenaran mutlak, atau keberpihakan kepada orang-orang yang benar yang di lihat
dari kerangka objektif bukan kerangka subjektif-emosional. Bersama kebenaran
mutlak buka separuh dari nilai kebenaran melainkan secarak keseluruhan tentang
muatan kebenaran baik dalam kerangka dasar dzikir, fikir, dan ikhtiar. Dan
semua ini tergantung dari pemahaman seorang terhadap ideology yang diyakini
organisasinya, atau cara pandang tentang eksitensi nilai trasenden dan
kenyataan nilai social.
Dengan kemapanan
intelengensi akan mampu memaknai kapan berfikir dan kapan bertinda tanpa
komando dan intervensi siapapun untuk mewujudkan visi perjuangan sesuai konten
situasi dan kondisi yang telah di sepakati. Tentunya hal ini sebagai penegas
bahwa kata sepakat tentang visi dan misi
yang di tentukan untuk sampai pada tujuan yang direncanakan adalah hal yang
bisa menjadi kekuatan untuk membangun komunikasi dan menguatkan solideritas
atas kesepaham bersama bukan personal. Sehingga pada akhirnya langkah taktis
yang harus kita ambil, rencanakan, dan
lakukan dalam gerakan ini, untuk keluar dari permasalahan yang selama
ini selalu muncul dari tahun ketahun, dari masa kepengurusan kemasa
kepengurusan berikutnya (to continue of
the clasik culture)
HMI-MPO
dan Perlawanan
Letak kesejarahanlah
yang menjadi keyakinan besar sebuah komunitas atau association dalam cara cara pandang terhadap keyataan yang
berhadapan dengannya, adakalanya keyataan itu selaras dengan prinsif dan
sesekali menjadi dinamika benturan dalam berfikir. Seolah kesejarahan adalah
hal yang mutlak yang tidak bisa tergantikan tanpa melihat perubahan budaya yang
cepat dewasa ini sehingga cara pandang akan menyempit dan berubah dengan
lahirnya gerakan perlawan yang menjadi benturan budaya yang bisa menelan waktu
dan tenaga serta momen kesejarahan baru yang tidak efektif dan efesien.
Kesejran HMI-MPO adalah
kesejarahan monumental dalam gelanggang pergerakan mahasiswa islam Indonesia
yang berdiri dua tahun setelah Negara ini lahir, dengan satu pembuktian
terhadap independensi yang berpihak kepada kebenaran Tauhid, dengan tidak meninggalkan
penglihatan terhadap kerangka taktis yang di buat oleh tokoh-tokoh sejarah
dijamannya, dengan usaha mengapiliasi dirinya secara personal yang masuk pada
gerakan diaspora dengan membuat sayap gerakan baru terhadap komunitas atau
lembaga yang belum tercium gerakanny oleh badan intelejen Negara saat itu,
dengan maksud untuk sampai pada cita-cita melawan, meruntuhkan kezaliman
dizamannya. Tentunya sekarang harus menjadi kajian bersama tentang gerakan
HMI-MPO yang tidak memiliki posisi stategis pada lembaga formal, dan informal
dengan satu komparasi budaya yang berkembang dewasa ini. Memang betul
organisasi yang kita berhimpun meletakan dasar dari cita-cita gerakannya adalah
organisasi perkaderan dan perjuangan, secara hakikat berbagai pandangan dari kader
HMI-MPO tentanggnya sudah terbukukan, melainkan ada satu hal yang harus kita
afirmasi tentang gerakan HMI-MPO dalam pola perkaderan dan perjuangan dewasa
ini. Perlawan terhadap regim penguasa harus di barengi dengan upaya lain yang
lebih efektif dan efesien mencapai titik pencapaian yang menjadi cita-cita
besarnya.
Selain itu, juga perlu
upaya pendelegasian atau memposisikan kader himpunan disetiap bidang sesuai
kerangka akademis yang di ambil dalam strata satu seta menguatkan jaringan
perkaderan lintas generasi sejak paska menjadi kader aktif dikepengurusan,
samapai hari ini belum nampak dari himpunan yang ada kita didalamnya melakukan
langkah seperti itu, padahal peluang dalam social masyarakat kita untuk
memberikan kontribusi upaya melakukan perubahan adalah nilainya sama, seimbang,
sehingga seluruh manusia dalam hal ini mahasiswa yang bergelut dalam kaderisasi
organisasi meilikipeluang yang sama tinggal sejauh mana kader atau struktur
sitem perkaderan itu menjembataninya. Permasalahan yang dihadapi oleh
perkaderan himpunan adalah tidak terpahami dan terinternalisasi doktrin konsep,
teori, dan implentasi dari konsep pola perkaderan yang diyakini sangat
paripurna jika di komparasikan dengan pedomana perkaderan sebelumnya.
Ketidak terpahaminya
kerangka konsep, teori dan implentasi dalam perkaderan himpunan diakibatkan
lemahnya pemaham dan pengutan intelegensi kader sehingga mengiternalisasi
muatan nilai dan konsep yang sesuai dengan kesanggupan fikir dan dzikirnya.
Sehingga hal-hal yang paling hakikat yang menjadi rukh perkaderan terabaikan,
jika di korelasikan dengan budaya masyarakat hari ini yakni manusia yang
mengaku islam tetapi tidak bersikap dan bertindan sesuai nilai yang ada dalam
islam, pola fikir tidak sesuai dengan apa yang dibangun oleh islam yang ber
dasar pada ajaran Tuahan dari langit. Bukankah manusia terbaik itu adalah
manusia yang perkataannya sesuai dengan perbuatannya, pemikirannya sesuai
konsep ke-Tauhidan, dan bukankan Allah SWT membanci orang yang berkata tidak
sesuai perkataannya. (Ash-Shaf ayat 3-4); ”amat besar kebencian di sisi Allah SWT bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan, sesungguhnya Allah SWT menyukai
orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka
seperti suatu banguan yang tersusun kokoh”.
Amanat Al-quran sebagai
petunjuk sampai akhir jaman yang mana kita berpegang teguh terhadapnya, maka
kita tidak akan tersesat sama sekali, tetpi ketika kita membiaskannya maka
keburaman dan kebutaanlah akan menghinggapinya sehingga tercatat menjadi orang
yang munafik, sehingga dari dua ayat diatas memberikan gambaran bahwa memahami
kedirian dengan konsiten dengan melaksanakan atas pemahaman yang kita yakini
kebenarannya serta keharusan kepada satu jalan yang lurus dengan shaff (barisan) yang kokoh, sehingga
akan memiliki arti yang integral bahwa satu kebaikan yang di organisir dengan
keikhlasan, ukhuwah, dan kesabaran akan menumbangkan sebuah tirani yang zolim
dan lalim. Perlawan himpunan hari ini kebagi kepada dua hal sebagai kenyataan
yang harus di afirmasi secara seksama dan secara kritis oleh seluruh kader jika
mau keluar dari zona mendelusi kekaguman tentang masa kelam tampa melihat
peluang dan tantangan masa depan.
Perlawanan kita hari ini adalah perlawanan
kepada kebiasaan kita yang sempit, sempit membaca gagasan atau diskursus yang
muncul dalam tulisan klasik dan kontemporel dari berbagai pandangan disiplin
ilmu, serta sempit membaca keadaan dan kondisi yang hari ini berkembang.
Kemudian perlawan itu tidak laing adalah nafsu pada diri yang terdalam yang
dikomulatif menjadi wacana besar yang
dinamkan kemalasan dan kelalaian.
Bukannya orang yang celakan dalam shalatnya adalah orang-orang yang lalai
sebagai mana dalam frman Allah SWT dalam surat Al-Maun : “celakalah orang yang shalat, yakni ; orang-orang yang lalai dalam
salatnya’’.
Diakhir oretan
sederhana ini, ada upaya yang diinginkan adalah mengajak kepada semua kader
himpunan, para mahasiswa dan pemuda untuk segera menetapkan langkah
strategis-idealis dan taktis-idealis dalam gerakannya di semua lepel perkaderan
dan kepengurusan upaya menyiapkan sumberdaya manusia secara intelektual,
emosional, dan spiritual untuk memotong kompas gerakan di awal post-2015 ini
sehingga kita sebagai penggiat social dan penggerak perubahan atau pleassure power
community bisa menyesuaikan dengan perkembangan jaman.